Photo by Christopher Czermak on Unsplash
Seperti kita ketahui bersama, nuansa seni klasik Eropa berlimpah ruah, termasuk seni lukis dan patung. Ketelanjangan tampaknya menjadi tema utama bagi banyak pelukis saat itu. Namun, ada banyak jenis ketelanjangan yang hanya dibatasi oleh imajinasi seniman.
Ketelanjangan dalam Sejarah Kesenian
Ketelanjangan adalah subjek terkenal di dunia seni. Individu telanjang, terutama wanita, dapat dilihat di mana-mana, terlepas dari era atau gaya artistiknya. Sejarah ketelanjangan terkait dengan sejarah seni.
Ketelanjangan adalah topik klasik dalam dunia seni. Tidak peduli era atau gaya artistik apa yang kita perbincangkan, orang telanjang, terutama wanita, selalu dapat kita temui di mana-mana. Sejarah ketelanjangan sendiri berjalan seiring dengan sejarah seni.
Manusia telah mengekspresikan diri mereka melalui ketelanjangan sejak zaman primitif. Telanjang pertama muncul sekitar waktu ini, salah satunya untuk ritual reproduksi.
Sulit dipercaya, namun seni ketelanjangan selalu ada di sepanjang sejarah manusia. Misalnya, seni Mesir kuno yang ditemukan di dinding piramida memiliki banyak adegan tarian, festival, dan acara lain yang menggambarkan pria dan wanita telanjang.
Contoh lainnya adalah Tarian Cogul, yang berasal dari Gua El Cogul di Spanyol. Nenek moyang kita memang penuh teka-teki di mana dalam seni buatan mereka, mereka tidak menunjukkan realitas secara realistis, melainkan menggambarkan individu-individu telanjang sebagai simbol dari salah fungsi vital mereka yaitu reproduksi. Contoh lain tidak perlu jauh-jauh ke Mesir di Afrika atau Spanyol di Eropa untuk menemukan kesenian yang menggambarkan reproduksi ada Lingga-Yoni, di Indonesia, khususnya dalam budaya penduduk Hindu di Jawa-Bali.
Lingga pada hakekatnya adalah pilar cahaya (the column of light) yang juga merupakan benih dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Lingga, sebagai lambang organ maskulin, membawa energi penciptaan; namun, energi ini hanya akan bekerja jika digabungkan dengan energi lain, yang direpresentasikan dalam bentuk yoni untuk mendukung energi kreatif ini. Dengan demikian, penggabungan lingga sebagai organ maskulin dan yoni sebagai simbol organ feminin akan memberikan kekuatan kreatif yang diinginkan. Namun, ketelanjangan dalam seni lukis atau seni religi tidak terbatas pada tarian Cogul dan Lingga-Yoni.
Lebih jauh lagi, ketelanjangan berkaitan erat dengan tradisi akademik dalam genre lukisan mitologi, di mana seniman selalu belajar mereproduksi karya-karya gurunya dan mengambil inspirasi dari model-model lama. Mitologi dibuat indah dan abadi melalui penggunaan seni. Mungkin inilah mengapa ketelanjangan selalu relevan dalam seni.
Pandangan Lain Soal Tubuh: Tak Semua yang Ideal itu Indah
Di sisi lain, ada ketelanjangan yang tidak konvensional atau ketelanjangan yang memperlihatkan tubuh “tidak ideal”, terutama dalam karya seni legendaris yang memperjuangkan cita-cita keindahan dan keabadian.
Jenis ketelanjangan ini mungkin menyinggung atau mengganggu individu tertentu, karena orang dengan tubuh “tidak ideal” seperti itu biasanya diejek. Hal ini dapat diamati dalam karya Jenny Saville, penggambaran kerentanan dan ekspresi tubuh Egon Schiele, dan potret visioner Lucian Freud yang luar biasa.
Seperti yang sudah kita ketahui dari penjelasan dalam tulisan ini, seniman melukis dengan isu ketelanjangan untuk berbagai motif dan tujuan. Namun, itu lebih dari sekadar cerminan sudut pandang seniman; itu juga cermin di mana kita bisa melihat diri kita sendiri. Terlepas dari makna asli karya seni tersebut, ketelanjangan mengungkapkan gagasan tentang tubuh manusia dan penilaian subjektif kita atas penampilan fisik kita.
Tidak hanya itu, seni rupa memiliki potensi yang sangat besar sebagai sarana untuk menampilkan keragaman fisik dan keindahan dari banyak masa lalu, atau mungkin di masa depan.
Sumber Informasi:
@artforintrovert_eng