Dua hari sebelum Anda melihat artikel ini, seorang pemuda melakukan aksi bunuh diri.
Pada sore hari di tanggal 8 Oktober 2022, kejadian berlangsung dengan sang pelaku menjatuhkan dirinya dari lantai 11 di salah satu hotel swasta area Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nasib malang yang menyesakkan, sebab kejadian justru berlangsung tepat dua hari menjelang peringatan Hari Kesehatan Mental Dunia.
Masyarakat global menjadikan 10 Oktober sebagai waktu spesial untuk menyebarkan kesadaran pentingnya kesehatan mental, namun bagaimana dengan kita warga lokal?
Seyogyanya, kita bersama-sama merenung sejenak ihwal isu bunuh diri dan kesehatan mental yang urgensinya kian menguat dari waktu ke waktu.
Bunuh Diri: Definisi dan Urgensi Empati Atasnya
Definisi sederhana dari bunuh diri adalah aksi yang dilakukan secara sengaja dan khusus untuk menyebabkan sang pelaku mengalami kematian.
Bunuh diri cenderung selalu mengarah pada kesengajaan sepihak dari seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Ragam contoh perilaku bunuh diri tentu tidaklah etis untuk dijabarkan secara keseluruhan pada artikel kali ini, namun pola umumnya adalah sang pelaku menghilangkan kesadaran melalui aksi penyiksaan fisik kepada diri sendiri.
Poin utama dari isu bunuh diri bukanlah pada seberapa banyak pengetahuan terkait yang kita miliki, melainkan bagaimana upaya empati dan prevensi yang sudah kita lakukan sebagai individu sosial.
Meskipun debatable, banyak diskusi ilmiah terkait adanya kemungkinan bahwa intensi bunuh diri bisa menular dari satu orang ke orang lain.
Dengan kata lain, kita yang selama ini merasa bermental sehat bisa menjadi terdorong ingin bunuh diri akibat merebaknya intensi-intensi negatif terkait yang tidak dicegah dengan baik.
Oleh karenanya, ekspresi kepedulian dan upaya pencegahan bunuh diri sejatinya memiliki manfaat utama kepada diri kita sendiri.
Sangat tidak logis bilamana upaya ekspresi empati dan prevensi bunuh diri masih dinilai sebagai sebuah hal yang membuang-buang waktu.
Sebab, upaya-upaya tersebut nantinya kembali memberi manfaat pada diri individual kita sendiri dalam wujud keteraturan dan kondusivitas hidup sosial di lingkungan sekitar.
Memaknai 10 Oktober: Satu Hari untuk Hidup Lebih Berseri
Hari Kesehatan Mental Sedunia memiliki pesan penting yang sebenarnya kita butuhkan.
Namun, pesan tersebut sering kita lupakan karena berbagai kesibukan.
Nahasnya, pengabaian yang kita lakukan tersebut justru telah berkali-kali merugikan diri sendiri tanpa benar-benar kita sadari.
10 Oktober merupakan alarm keras bagi kita semua agar jangan lupa beristirahat guna menjaga kewarasan diri.
Beragam kesibukan hidup seringkali kerap membuat kita abai terhadap ketahanan mental kita sendiri dan semua akan terlambat ketika telah menyentuh breaking point.
Istirahat kurang relevan untuk dimaknai sebagai bentuk kepayahan dan inkompetensi mental pada diri kita.
Justru sebaliknya, istirahat akan lebih tepat untuk dimaknai sebagai kebutuhan utama yang harus selalu kita perhatikan dan penuhi secara proporsional.
Selayaknya otot, mental kita pun memiliki batas kemampuan tersendiri yang perlu ditempa dan diregangkan secara berkala.
Keberadaan limit kerja membuat kita harus menyeimbangkan mentalitas bekerja kita dengan mentalitas istirahat yang sehat.
Akhir Kata, Berjuanglah Bersama
Sekompleks apapun problem kesehatan mental, kita semua wajib menumbuhkan kesadaran untuk saling bersinergi memberi empati.
Pemberian empati tentu harus sesuai kapabilitas dan kredibilitas kita masing-masing, sebab pemberian bantuan di luar kemampuan riskan menjadi sebuah perbuatan yang tidak bertanggung jawab.
Lalu, semua pihak harus saling sadar untuk mengambil inisiatif dan proaktif dalam intensi pencegahan aksi bunuh diri.
Saling menunjuk kambing hitam agaknya bukan opsi yang realistis, lebih-lebih dengan fakta lapangan berupa banyaknya pengidap mental disease yang selalu membutuhkan pertolongan setiap harinya.
Jagoketik pun turut berupaya terlibat dalam upaya prevensi terkait dengan menyediakan jasa pembimbing akademik kompeten yang siap membantu mahasiswa berjuang melalui proses perkuliahan.
Meskipun fokus utamanya adalah konsultasi skripsi, dosen-dosen dari mitra Jagoketik juga siap memberikan bimbingan yang dibutuhkan mahasiswa untuk lebih memahami materi-materi perkuliahannya.
Seluruh dosen yang terlibat dalam jasa pembimbingan akademik di Jagoketik telah terseleksi secara ketat, sehingga kami harapkan bisa menjadi alternatif solutif terhadap pencegahan bunuh diri melalui jalur pendidikan.
Suka artikel ini? Yuk, bagikan ke temanmu!
Baca juga: