Heihoooo, ketemu lagi, nih! Setelah sebelumnya kita bahas lima penulis lokal yang cukup menarik, kali ini kita akan berlanjut sebagaimana janjiku untuk menuliskan daftar penulis interlokal yang karyanya tak kalah asyik . Sebenarnya dalam kepalaku sudah tertancap begitu banyak nama penulis, dari benua asia, eropa, hingga amerika nun jauh di sana. Namun ternyata hanya beberapa yang berhasil meninggalkan makna. Setidaknya bagiku, namun setelah kamu membacanya, barangkali kamu juga akan merasakan hal serupa. Check this out!
Cukup sulit lho memilah dan menentukan mana saja penulis yang akan disebutkan. Terlebih dari sekian banyak tema dan genre yang beredar hanya akan ada 5 nama saja yang masuk daftar. Entah akan menjadi nama yang asing bagi kalian, ataupun telah akrab kalian baca, tapi berikut inilah daftarnya.
5 Penulis Interlokal Favoritku! Mana favoritmu?
Aku pastikan ada beberapa nama yang tentunya akan luput dari radar pembacaaanmu, yang bukunya acap menyelinap di antara buku-buku kanon lain di toko buku, atau yang banyak perpustakaan sekolah dan daerah tak punyai. Hihihi!
Carlos Maria Dominguez
Penulis kelahiran Buenos Aires pada tahun 1955 yang menghabiskan banyak waktu hidupnya sebagai jurnalis di Montevideo ini punya satu novelet setebal 76 halaman berjudul Rumah Kertas. Kendati novelet ini terbilang cukup tipis, isi di dalamnya ternyata sedemikian luas. Kunukilkan sedikit ya.
“Membangun perpustakaan adalah mencipta kehidupan. Perpustakaan tak pernah menjadi kumpulan acak buku-buku belaka. Menambahkan buku-buku ke rak dan kelihatan banyak itu cuma ilusi. Kita ikuti tema-tema tertentu, dan setelah suatu waktu, kita temukan bahwa kita sedang merumuskan dunia, bahwa kita sedang menapak tilas jejak-jejak sebuah perjalanan, dan untungnya jejak-jejak tersebut masih bisa kita lestarikan. Dan ini, tidak gampang.”
Kehidupan bibliofil, atau pecinta buku adalah satu yang dari sekian orang-orang yang cintanya sulit dimengerti. Sebab begitu luas dan tak terbatas pada lanskap dan objek apapun. Pemikiran, pandangan, perasaan, dan bahkan ideologi yang terkumpul dari banyak penulis, yang terangkum dalam kepala bibliofil sangatlah menarik untuk disimak. Sedudukan menghabiskan secangkir cappucino hangat sambil ditemani Rumah Kertas kuyakin akan membawamu pada imajinasi yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya.
Jose Luis Borges
Masih seputar orang-orang mengagumkan dengan perpustakaan di kepalanya, kurang lengkap ketika tak menyitir satu ini. Jose Luis Borges, yang kata Carlos fuentes, adalah tonggak dari kasusastraan di Amerika Selatan. Terlebih tentang tema-tema metafisis yang penuh filosofi, atau yang hari ini kerap disebut sebagai realisme magis, yang diikuti dari Gabriel Garcia Marquez hingga Eka Kurniawan.
Borges, masih teringat jelas, pernah menyatakan bahwa, surga baginya merupakan sebuah perpustakaan besar yang menyimpan banyak buku, sebab itulah yang membuatnya bahagia. Dari beberapa bukunya, tampak bagaimana tarikan masa lampau dikontekstualisasikan dengan masa kini (masa kepenulisan Borges).
Knut Hamsun
Jauh sebelum Bernard Shaw, Herman Hesse, ataupun John Steinbeck beroleh perghargaan nobel sastra, terdapat nama kondang dari Norwegia yang telah mengantongi penghargaan tersebut. Knut Hamsun namanya. Salah satu karyanya yang berjudul Lapar, bagiku, telah benar-benar sanggup menyayat kesadaran tentang bagaimana manusia masih sanggup mempertahankan prinsip yang dipercayainya meski dalam kondisi disepak kenyataan, dihabisi luka dan kesakitan, serta kehilangan setiap helai materialnya.
Kendati Hamsun mati dalam cap pengkhianat oleh negaranya dan dalam kondisi sakit jiwa, tetap tak terbantahkan bahwa karyanya sedemikian menggugah jiwa. Ternyata di dunia bukan hanya soal menghimpun harta dengan berbagai macam cara, namun juga soal menjaga apa yang telah kita percaya.
Orhan Pamuk
Jika berbicara soal melankolia dan memorabilia dari sebuah tempat, maka nama Orhan Pamuk tentu termasuk salah satu yang terkuat. Tulisannya tentang Istanbul, kota kelahirannya, sangat tidak rugi untuk disimak meski tebalnya lumayan bikin geter di awal.
Pada dasarnya, Istanbul merupakan memoar tentang kota, sekaligus diri penulisnya. Bagaimana kota tempat ia dilahirkan telah berhasil membentuk dirinya menjadi seorang penulis, yang bahkan namanya tertambat sebagai peraih penghargaan Nobel Sastra tahun 2006. Kondisi demografi dan sosial budaya yang melingkupi sejauh ia hidup dikisahkannya dengan begitu mendalam. Sebenarnya buku ini bisa menjadi cermin yang menarik ketika hendak menuliskan tentang kota-kota yang bagi kita juga begitu bermakna. Penulis yang benar-benar patut diperhitungkan.
Haruki Murakami
Penulis dengan jumlah buku terbanyak yang telah kubaca barangkali adalah Haruki Murakami. Sudah banyak novel dan kumpulan cerita pendek dari penulis asal Jepang ini yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Buku Murakami pertama yang kubaca yaitu Norwegian Wood, hingga berlanjut ke Dengarlah Nyanyian Angin, Dunia Kafka, What I Talk About When I Talk About Running, Tsukuru Tazaki dan Tahun Ziarahnya, dan Perempuan-Perempuan tanpa Lelaki.
Satu hal yang begitu kuat dalam tulisan-tulisan Murakami adalah betapa detail penggambarannya terhadap sesuatu, seperti latar tempat, waktu, ataupun suasana, serta berbagai hal yang membangun tokohnya. Kemudian hal lain yang tak kalah kuat yaitu penokohan yang ia pertontonkan. Penggunaan ‘Aku’ cerita yang sangat individual dan bahkan pada beberapa tulisan kentara sekali tingkat egoisitas dan arogansinya. Dari beberapa tulisannya, juga ditampakkan tokoh utama sebagai pribadi yang depresif, kesepian, berkutat pada pemikirannya sendiri dan harus menyelesaikan permasalahan dengan tepekur pada angan-angannya. Terlebih kisah-kisah karangan Murakami begitu urban dan begitu berbeda dengan banyak penulis Jepang sebelumnya, seperti Kawabata ataupun Akutagawa yang masih bertepuk atas kebijaksanaan lokal. Begitulah, cukup menggoda bukan!?
Jadi itulah daftar penulis yang dapat kuceritakan karena begitu menarik perhatian dan memberi simpul pada pemikiran dan pandangan hidupku. Barangkali kamu punya penulis lain yang bisa masuk daftar, bisa berkomentar ya.
Oiya, ada bisikan datang, “Edgar Keret, Edgar Keret, jangan lupakan.”