Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai pasangan suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitulah definisi Perkawinan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Meskipun tujuan perkawinan sangat mulia, tetapi perlu diketahui bahwa perkawinan beda agama dilarang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Akhir-akhir ini kembali ramai diperbincangkan mengenai perkawinan beda agama dan yang menjadi sorotan adalah Penyanyi dan Aktor tanah air yang yang diduga memiliki keyakinan berbeda melangsungkan perkawinan pada hari Sabtu 28 Januari 2023. Melalui momen bahagia pasangan tersebut muncullah pertanyaan kenapa perkawinan beda agama di Indonesia dilarang ?
E. Ramos Petege seorang pemeluk agama Katolik gagal menikahi kekasihnya lantara kekasihnya tersebut beragama Islam, kemudian mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan E. Ramos Petege berujung dengan ditolaknya seluruh pengujian terhadap pasal yang dimohonkan oleh E. Ramos Petege. MK berpendapat bahwa konstitusi mengatur mengenai hal-hal administrasi dalam perkawinan sedangkan untuk menentukan sah atau tidaknya perkawinan dilakukan berdasarkan hukum agama dan kepercayaan masing-masing.
Perkawinan beda agama apabila tetap dilakukan maka akan menimbulkan akibat hukum terutama terhadap keabsahan perkawinan tersebut, status anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama, perwalian dan kewarisan. Oleh karena itu, perkawinan beda agama sangat berdampak serius terhadap kehidupan setelah pernikahan dan berdampak pula pada kehidupan sosial serta hubungan keluarga. Mereka yang tetap melakukan perkawinan beda agama rela untuk melangsungkan perkawinan di luar negeri untuk kemudian bisa mengajukan pencatatan perkawinan di dalam negeri, inilah yang dinamakan “Penyelundupan Hukum”.
Memang sulit untuk mencampuradukkan antara agama/kepercayaan yang anut oleh seseorang dan hukum dalam perkawinan, karena masing-masing memiliki sisi yang rawan. Beberapa pihak berpendapat bahwa larangan perkawinan beda agama tidak mencerminkan Hak Asasi Manusia dan masalah agama/kepercayaan tidak bisa dipaksakan oleh siapapun. Tetapi perlu diketahui bahwa Indonesia memiliki 6 (enam) agama yang diakui di Indonesia dan masing-masing agama ini memiliki aturan tersendiri dalam hal perkawinan. Misalkan, agama Islam dengan tegas melarang adanya perkawinan beda agama serta pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa perkawinan beda agama haram dan tidak sah begitu pula dengan agama Kristen yang juga melarang adanya perkawinan beda agama.
Dengan melihat pada sisi baik dan buruknya, maka perkawinan beda agama tidak dapat dibenerkan. Meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan belum secara tegas dan jelas mengatur mengenai perkawinan beda agama, tetapi patut untuk melihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan secara keseluruhan serta regulasi-regulasi yang ada agar tercipta suatu pemahaman yang utuh. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juga harus disempurnakan dengan lebih memperjelas larangan perkawinan beda agama agar kepastian hukum bisa ditegakkan.