Setiap anak manusia memiliki cita-cita. Ini merupakan tahap awal untuk memperkenalkan diri terhadap nilai perjuangan. Hidup adalah tentang pergerakan. Hidup adalah tentang bagaimana kita berjuang. Jatuh-bangun mengejar cita-cita. Mungkin melelahkan, tapi justru dalam hidup yang diperjuangkanlah arti syukur bisa dinikmati begitu dalam. Hidup dan perjuangan adalah dua saudara yang tidak boleh dipisahkan. Jika keduanya berjalan beriringan, maka itulah yang kita acap kali sebut hidup adalah anugerah.
Apa kabar cita-cita? Masihkah kita memegang optimisme terhadap cita-cita kita? Layaknya ucapan lantang kita di waktu kecil “Aku akan menjadi Guru” “Aku ingin menjadi Pilot” “Aku mau mengelilingi dunia” ungkapan tegas penuh semangat. Kehilangan cita-cita adalah fenomena paling tragis dalam kehidupan seorang manusia.
Di Tepi Jurang Cita-Cita
Optimisme untuk meraih cita-cita harus kita selamatkan dari keterpurukannya. Bukankah Indonesia merdeka karena semangat memperjuangkan cita-cita mulia?. Bukankah Islam mampu berjaya pada masa emasnya karena umatnya yang memiliki cita-cita yang tinggi? Benarlah bahwa mempertahankan pencapaian jauh lebih sulit daripada mendapatkannya. Ini tugas kita, untuk meneruskan semangat leluhur. Karena kitalah pemuda, penerus estafet perjuangan.
Mengenalkan arti juang, memberikan pemahaman tentang hidup, tentunya tidak bisa diaktualisasikan dalam sekali jalan. Perlu ada perantara yang mampu menyalurkan inspirasi. Dalam hal ini adalah pendidikan. Belajar memang tidak harus di lembaga pendidikan, tapi untuk menertibkan jenjang belajar, lembaga pendidikan diperlukan. Tujuan pendidikan ini adalah menjadikan masyarakat sebagai makhluk pembelajar (peka terhadap kebutuhan zamannya, mampu memberikan evaluasi -kritis- serta bisa mengoptimalkan potensi inovasi)
Permasalahannya, tidak sedikit cita-cita teman-teman kita gugur sebelum mekar. Menggigit jari membaca pembiayaan yang begitu melangit. Apa pendidikan yang berkualitas hanya disediakan di lembaga-lembaga berkelas? suara kita harus diungkapkan agar para pemangku kekuasaan mendengarkan. Pemuda perlu wawasan dan juga pengalaman. Wawasan menghasilkan pengalaman. Pengalaman menghasilkan wawasan. Dari sudut manapun kita memandang, keduanya (wawasan dan pengalaman) harus diperjuangkan.
Making Education Open For All. Tulisan tersebut tertulis begitu besar di tas kain milik seorang ibu-ibu yang sedang mengikuti sebuah pelatihan bisnis. Apa ibu-ibu tersebut mengerti maksud dari gagasan tersebut? Wallahu a’lamu. Inti terpenting adalah mampukah Indonesia mewujudkan gagasan tersebut? Kita akan berjuang untuk kebenaran dan kebaikan ini. Jika tidak bisa terlaksana di zaman kita, semoga di generasi selanjutnya gagasan tersebut mendekati hasil terbaiknya.
Bukankah kita menanam saat ini untuk dituai kemudian?
Menyambut awal tahun baru 2023 ini, mari kembali melihat semangat juang kita. Mari melihat kembali cita-cita kita. Momentum yang identik dengan kemeriahan ini, harunya mampu menyegarkan kembali optimisme kita dalam berjuang meraih cita-cita. Tahun yang baru. Semangat yang baru.
Perjuangan berlanjut!