sumber gambar : theguardian.com
Menurut BKKBN (2017), remaja dalah mereka yang berusia 15-24 tahun dan belum menikah.
WHO (2018) mengelompokkan mereka yang berusia 10-19 tahun sebagai remaja (adlescent), 15-24 tahun sebagai pemuda (youth), dan 10-24 tahun sebagai kaum muda (young people).
WHO lebih mendefinisikan remaja sebagai sebuah periode atau fase, daripada berdasarkan usia tertentu.
Remaja merupakan periode transisi dimana seseorang sudah bukan anak, namun belum dewasa.
Periode ini merupakan saat individu mengalami perubahan yang signifikan terhadap fisik dan psikologisnya, serta ekspektasi sosial dan persepsi.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik tersebut tentu diikuti dengan pematangan seksual yang seringkali berkembang ke dimulainya hubungan intim (debut seksual).
Hal tersebut menjadikan kesehatan reproduksi remaja tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan, namun juga kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja sekaligus sehat secara mental serta sosial kultural (Adjie, 2013).
Masalah kesehatan seksual dan reproduksi remaja yang saat ini menjadi tantangan di dunia adalah (Morris & Rushwan, 2015):
- Terkait kehamilan, kontrasepsi, dan aborsi yang tidak aman
Masalah terkait kesehatan seksual reproduksi pada remaja salah satunya adalah meningkatnya jumlah kelahiran pada remaja serta kurangnya pengetahuan terkait KB dan metode kontrasepsi (Adjie, 2013).
Sebanyak 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya. Kehamilan pada usia remaja membawa masalah yang cukup signifikan.
Kehamilan pada remaja yang belum menikah seringkali tidak diharapkan dan berakhir pada tindakan aborsi.
Remaja memiliki risiko komplikasi dan kematian yang lebih tinggi akibat kehamilan, daripada wanita dewasa.
Hal tersebut dapat dikarenakan ketidaksiapan baik biologis maupun psikologis, dan secara pengetahuan.
- Terkait IMS
Kaum muda saat ini merupakan populasi yang paling banyak terdampak HIV/AIDS.
Sebanyak 41% dari kasus baru infeksi HIV pada tahun 2009, merupakan mereka yang berusia 15-24 tahun.
Angka IMS juga lebih tinggi pada usia 20-24 ahun, diikuti usia 15-19 tahun.
Hal tersebut secara biologis dapat dijelaskan karena sistem reproduksi yang belum matang sempurna dan sistem imun yang kurang mencukupi.
Sumber lain menyatakan bahwa diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja.
Demikian pula halnya dengan kejadian IMS yang tertinggi di remaja, khususnya remaja perempuan, pada kelompok usia 15 – 29 tahun (Adjie, 2013).
- Terkait kekerasan
Sebanyak 1 dari 3 wanita di dunia memiliki pengalaan kekerasan fisik dan/ atau seksual dari pasangan maupun bukan pasagan.
Kekerasan tersebut termasuk pemaksaan hubungan seks, kekerasan seksual pada anak, kekerasan dalam hubungan kencan, female genital mutilation/ cutting (FGM/C), pernikahan anak, pelecehan seksual, serta kekerasan yang didasarkan pada orientasi seksual atau ekspresi identitas (UNESCO, 2018).
Permasalahan tersebut muncul akibat kurangnya akses terhadap informasi dan pelayanan terkait kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja.
Upaya penting yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan pendidikan seksual yang komprehensif (UNESCO, 2018).
Disinilah peran perawat sebagai edukator diperlukan.
Oleh karena hal tersebut, perawat perlu mengetahui rekomendasi praktik edukasi seksual yang komprehensif dan efektif bagi remaja.
Pendidikan seksual komprehensif atau Comprehensive Sexual Education (CSE) merupakan proses belajar dan mengajar yang berdasarkan evidence.
Edukasi terkait aspek kognitif, emosi, fisik, dan sosial terhadap seksualitas. Tujuan dari CSE adalah untuk membekali anak dan kaum muda dengan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang dapat memampukan mereka untuk menyadari kesehatan dan kehormatannya, mengembangkan hubungan sosial dan seksual yang saling menghargai, mempertimbangkan bagaimana keputusannya dapat mempengaruhi kesehatannya sendiri dan orang lain, serta memahami dan memastikan perlindungan terhadap haknya sepanjang hayat (UNESCO, 2018).
Prinsip dari penerapan CSE antara lain :
- Akurat secara sains
- Berjenjang dan berkelanjutan
- Sesuai dengan usia dan tahap perkembangan
- Sesuai dengan kurikulum
- Komprehensif
- Berdasarkan pendekatan sesuai HAM
- Berdasarkan pada kesetaraan gender
- Relevan dan sesuai dengan budaya yang ada
- Transformatif
- Mampu untuk mengembangkan keterampilan untuk mendukung kesehatan
Pengetahuan dan perilaku seksual pada tahap remaja akan menentukan kesehatan seksual dan reproduksinya kelak, sehingga penting untuk lebih memperhatikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja (Adjie, 2013).
Perawat dengan perannya sebagai edukator, memiliki kapasitas dan kesempatan untuk menyampaikan informasi terkait kesehatan seksual dan reproduksi remaja.
Perawat memiliki banyak kesempatan untuk bertemu langsung dengan remaja, dengan berbagai seting, klinis maupun non-klinis.
Oleh karena itu, perawat harus mampu menginisiasi terjadinya layanan kesehatan seksual dan reproduksi remaja yang terintegrasi, ramah terhadap kaum muda, tanpa stigma maupun penghakiman, dan disampaikan oleh petugas kesehatan yang sudah terlatih menghadapi remaja (Maria, 2017; Morris & Rushwan, 2015).
Perawat diharapkan mampu memberikan CSE dengan memastikan pelayanannya berbasis evidence, dilakukan oleh petugas yang terlatih, dan mendorong perkembangan komunikasi antara remaja dengan orang tua.
REFERENSI
Adjie, J. M. S. (2013). IDAI – Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Aspek Sosial. Diakses dari http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-reproduksi-remaja-dalam-aspek-sosial
BKKBN. (2017). Survei Demografi Dan Kesehatan : Kesehatan Reproduksi Remaja 2017. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, 1–606. Diakses dari http://www.dhsprogram.com.
Maria, D. S. (2017). Nurses on the Front Lines: Improving Adolescent Sexual and Reproductive Health Across Health Care Settings: An evidence-based guide to delivering counseling and services to adolescents and parents. HHS Public Access. Am J Nurs, 117(1), 42–51. https://doi.org/10.1097/01.NAJ.0000511566.12446.45
Morris, J. L., & Rushwan, H. (2015). Adolescent sexual and reproductive health: The global challenges. International Journal of Gynecology and Obstetrics, 131, S40–S42. https://doi.org/10.1016/j.ijgo.2015.02.006
UNESCO. (2018). International technical guidance on sexuality education. Unesco. https://doi.org/10.1523/JNEUROSCI.0529-04.2004
WHO. (2018). Handout for Module A Introduction.