Halo, kumaha daramang sadayana? abang sendiri dalam kondisi baik dan semoga kalian pun yang sedang baca artikel ini dalam kondisi sehat dan baik.
Kali ini abang melanjutkan artikel yang membahas alat musik tradisional dan kali ini khususnya alat musik sunda. Sebelumnya abang jelaskan lagi alasan kenapa abang bahas tema ini.
Ini dikarenakan pengetahuan umum khususnya alat musik tradisional sudah mulai dilupakan, di sekolah pun apabila di bahas hanya alat musik yang umum di masyarakat dan paling umum.
Contohnya seperti gendang, seruling dan angklung; yang mana itu udah sering di bahas tapi alat musik yang lain menjadi terlupakan. Padahal kita begitu kaya akan jenis-jenis alat musik.
Tanpa basa-basi lagi, silahkan tekan ‘continue reading’ untuk Tarawangsa ini. Check this out!
Filosofi Tarawangsa
Tarawangsa adalah salah satu jenis alat musik yang digesek dan menurut beberapa literatur, bahasa Tarawangsa itu dibagi menjadi 3 (tiga) bagian; yaitu Ta, Ra, dan Wangsa.
Ta disini artinya adalah ‘Meta’ yang dalam bahasa sunda itu dimaksudkan sesuatu yang digerakan atau bergerak atau hidup, setelah itu Ra mempunyai arti dewa agung matahari dalam akronim bahasa Mesir.
Pengetahuan itu didapat yang mana pada saat itu banyaknya para pedagang dari india sampai afrika khususnya mesir datang untuk berjualan di Indonesia.
Berikutnya adalah Wangsa yang dalam bahasa sunda itu artinya adalah bangsa. Jadi pda saat itu Tarawangsa memiliki arti kehidupan bangsa matahari, maka dari itu Tarawangsa menjadi alat musik yang selalu dimainkan saat panen.
Pada saat panen, masyarakat pada saat itu memainkan Tarawangsa untuk menjadi simbolik rasa syukur atas hasil panen kepada roh leluhur yang telah menyuburkan sawah-sawah mereka.
Kondisi saat itu masyarakat memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme, karena itulah mereka percaya alat bisa menjadi sebuah komunikasi mereka kepada roh leluhur.
Bentuk Tarawangsa
Menurut literasi dan naskah Sewaka Darma (puisi sunda masa dulu yang isinya pembicaraan antara pendeta dan muridnya. Pembicaraannya mengenai adat istiadat budaya, konsep kehidupan pada masa itu dan aturan hukum lainnya)
Dalam naskah tersebut di jelaskan bahwa Tarawangsa digambarkan mirip rebab dan sudah ada pada abad ke-15 dan itu bersamaan dengan munculnya alat musik rebab (alat musik tradisional timur tengah) dan masuk ke Indonesia.
Mungkin dari situ lah Tarawangsa di ciptakan, diadaptasikan dari alat musik rebab yang masuk melalui perdagangan timur tengah pada masa itu.
Bahan dasar alat musik ini bisa dari kayu kenanga (umumnya) dan bisa juga dari jengkol ataupun kemiri yang dibentuk kotak persegi panjang.
Bentuk ini yang membedakan dengan rebab yang mana rebab memiliki bentuk bulat.
Tarawangsa ini juga memiliki dua dawai atau senar dari kawat baja atau besi seperti alat musik gesek yg lainnya pada saat itu.
Masa sekarang senar udah banyak dengan bahan nilon atau plastik yang memiliki biaya yang lebih murah dalm segi produksi.
Cara mainkan Tarawangsa
Dari udah dibahas kalau alat musik ini termasuk alat musik gesek, itu berarti dimainkan dengan cara di gesek. Tapi ada keunikan dari alat musik ini.
Biasanya alat musik gesek sepenuhnya di dimainkan gesek dengan menekan bagian tertentu untuk menimbulkan berbagai nada.
Sedangkan untuk Tarawangsa ini, dawai yang paling dekat yang memainkannya di gesek tapi dawai kedua yang paling luar dimainkan dengan cara di petik.
Dari situlah muncul nada yang unik yaitu jentreng dan ngek-ngek, yang hasil dari gesek dan petik tersebut. Oleh karenanya Tarawangsa memiliki tangga nada sendiri yaitu di sebut Pelog.
Tangga nada Pelog ini bernada da mi la ti la, walau begitu Tarawangsa bisa menjadi melodi bersamaan dengan alat musik lainnya memainkan lagu-lagu sunda.
Biasanya saat Tarawangsa dimainkan juga mengiringi penari, biasanya penarinya memainkan tarian Tarawangsa yang mana simbol dalam penghormatan pada dewi padi.