Faktanya, aplikasi transkrip audio ke teks bukanlah solusi pengetikan verbatim yang sempurna! Sebab, produk artificial intelligence atau kecerdasan buatan semacam itu masih sedang dalam proses pengembangan. Artinya, aplikasi transkrip audio ke teks masih memiliki berbagai kekurangan mendasar dibanding dengan solusi penyusunan verbatim transkrip melalui tenaga manusia. Berikut 6 (enam) kelemahan aplikasi transkrip audio ke teks yang harus kamu ketahui dalam artikel Jagoketik kali ini!
Baca juga: Jasa Ketik Transkrip Wawancara 24 Jam Jadi!
Rawan Lemah dalam Menangkap Logat Bahasa!
Pertama, kelemahan aplikasi transkrip audio ke teks adalah kurang jago menangkap logat bahasa. Bolehlah kiranya kita akui kehandalan aplikasi transkrip audio ke teks untuk melakukan pengetikan redaksional atas sebuah rekaman suara secara cepat, namun aplikasi-aplikasi tersebut saat ini masih belum ahli dalam me-notice aksen kebahsaan dari sang penutur di dalam sebuah audio. Lebih lanjut, aplikasi tersebut cenderung melakukan generalisir dengan sebatas menganggap seluruh penutur sebagai entitas bersuara manusia tanpa adanya perbedaan aksen.
Padahal, perbedaan aksen kebahasaan bisa menjadi data utama sekaligus krusial di dalam sebuah transkrip verbatim. Penandaan aksen berbahasa sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang memerlukan susunan transkrip verbatim terperinci, lebih-lebih bila berkaitan dengan dokumen akademik seperti riset kualitatif. Dari aksen bahasa itulah, kita bisa memperdalam makna data verbal berupa profil personal dari sang penutur.
Kurang Sensitif terhadap Penuturan yang Cepat!
Kedua, kelemahan aplikasi speech to text Indonesia maupun transkrip audio ke teks adalah kurang sensitif terhadap penuturan atau ucapan manusia yang cepat. Setali tiga uang dengan poin pertama tadi, aplikasi speech to text Indonesia secara umum baru bisa beroperasi secara optimal dalam menyusun transkrip verbatim dari audio berisikan ucapan manusia secara “normal”. Padahal, realita lapangan menunjukkan betapa banyaknya rekaman audio “abnormal” berupa omongan-omongan manusia yang mendadak sangat cepat atau artikulasinya tidak jelas.
Lemahnya rata-rata aplikasi speech to text Indonesia atau transkrip audio ke teks terhadap ucapan manusia yang cepat riskan menghasilkan susunan transkrip verbatim yang mentah. Maksudnya, transkrip verbatim yang dihasilkan oleh aplikasi pengubah suara menjadi teks tersebut akan jadi tidak sempurna seperti redaksi dan substansi awal dari yang dikatakakn sang penutur dalam sebuah audio. Lebih parah lagi, aplikasi pengubah suara menjadi teks tersebut mungkin malah menghasilkan kalimat atau kata yang redaksinya mirip tetapi substansinya jadi jauh meleset dari yang terucap di dalam audio!
Mudah Terganggu oleh Beragam Kebisingan!
Ketiga, kelemahan alat transkrip audio ke teks online ataupun offline adalah mudah terganggu oleh suara-suara bising di balik sebuah audio. Anggaplah ada audio percakapan wawancara antara mahasiswa dengan pedagang kaki lima di tepi jalan raya, maka alat transkrip audio ke teks online ataupun offline akan beresiko menghasilkan transkrip verbatim yang tidak akurat hanya karena adanya bising-bising semacam klakson motor, mesin truk, peluit polisi, atau yang lainnya.
Kelemahan alat transkrip audio ke teks online ataupun offline pada poin ketiga ini membuat kita perlu “membersihkan” audio terlebih dahulu. Bila ingin menghasilkan transkrip verbatim secara otomatis, background noise tadi harus dibersihkan semaksimal mungkin. Apa tujuannya? Tentu saja agar alat transkrip audio ke teks online ataupun offline tadi terhindar dari beragam audio yang sifatnya mendistraksi dan berfokus hanya pada audio yang dikenalinya sebagai ucapan percakapan antar manusia.
Perbendaharaan Katanya Masih Terbatas!
Keempat, kelemahan aplikasi transkrip audio ke teks adalah masih memiliki keterbatasan kosakata. Pada versi Bahasa Inggris saja, aplikasi transkrip audio ke teks yang sudah cukup canggih saja butuh pembaharuan vocabulary secara berkala dan berkelanjutan. Dengan begitu, aplikasi transkrip audio ke teks pun pasti membutuhkan usaha serta waktu yang lebih banyak lagi untuk bisa memperkaya kosakatanya pada bahasa-bahasa lain seperti Bahasa Indonesia.
Dari poin keempat ini, bisa kita dapati bahwa aplikasi transkrip audio ke teks masih kurang reliable. Mengapa bisa begitu? Karena, praktek penyusunan transkrip verbatim sendiri membutuhkan pengetahuan mendalam atas beragam jenis bahasa yang dipakai oleh jutaan hingga milyaran manusia di seluruh dunia. Bahasa Indonesia beserta beragam bahasa daerah lainnya tentu menjadi salah satu area varian bahasa yang belum bisa dijangkau oleh aplikasi transkrip audio ke teks.
Bisa Mendadak Eror!
Kelima, kelemahan aplikasi transkrip audio ke teks adalah bisa mendadak eror. Jangankan aplikasi transkrip audio ke teks, beragam software digital populer seperti Microsoft Word dan Google Chrome saja sudah biasa eror secara tiba-tiba ketika digunakan di beragam jenis gadgets. Hal yang seperti itu seakan sudah menjadi keniscayaan atau hal alamiah bagi sebuah aplikasi digital; eror secara tak terduga dan tidak bisa langsung diketahui penyebabnya.
Kelemahan aplikasi transkrip audio ke teks berupa eror dadakan bisa menyebabkan beragam kerugian lanjutan yang fatal. Contoh paling simpel adalah ketikan ulang yang mendadak hilang semua dan tidak ada backup-nya. Kelemahan lainnya, aplikasi transkrip audio ke teks bisa saja tiba-tiba tidak mau dibuka dan kita sebagai pengguna gadget harus ganti memakai aplikasi lain sekaligus mempelajari interface dan cara pakainya dari awal lagi.
Wajib Effort Ekstra untuk Mengedit dan Mengkoreksi!
Terakhir, kelemahan aplikasi transkrip audio ke teks adalah harus bekerja ekstra keras saat proses editing. Berbeda dengan pengetikan ulang suara secara manual, aplikasi transkrip audio ke teks pasti menerapkan sistem penyusunan transkrip verbatim yang sifatnya otomatis; cukup input audio yang perlu ditranskrip dan tunggu hasil ketikan teksnya dalam waktu singkat. Meskipun hasilnya bisa langsung keluar secara otomatis dan cepat, transkrip verbatim yang dihasilkan oleh aplikasi tersebut perlu dicek ulang dan diperbaiki tipo penulisannya.
Dengan kata lain, pemakaian aplikasi transkrip audio ke teks malah bisa menghasilkan pemborosan waktu yang lebih besar. Sebab, ada dua aktivitas tambahan yang harus dilakukan setelah hasil transkrip verbatim selesai disusun oleh aplikasi tersebut. Pertama, kita harus mencocokkan ulang keseluruhan informasi teks dengan audio melalui menyetel ulang seluruh isi audio. Kedua, kita pun harus memperbaiki kesalahan transkrip atau redaksional dari transkrip verbatim yang sudah dihasilkan aplikasi tersebut.
Suka artikel ini? Yuk, bagikan ke temanmu!
Baca juga:
- File Word Besar Bikin Kamu Berabe? Ini 5 Cara Kompresinya!
- Pengetikan Online Microsoft Word Termurah 24/7!
- Mental Down Karena Skripsi? Coba 5 Solusi Ini!