Mengambil topik pendidikan saat pandemi akan memberi pengalaman tersendiri bagi seorang pejuang skripsi.
Bagaimana tidak, pandemi secara umum telah menghempaskan kehidupan masyarakat dunia secara umum.
Secara terkhusus, dunia pendidikan menjadi salah satu sektor yang paling rentan kacau balau akibat mewabahnya COVID-19 ke seluruh penjuru bumi dan negeri.
Garis Besar Problematika Pendidikan
Mayoritas pendidkan formal selama ini menerapkan sistem penyelenggaraan kelas secara tatap muka.
Tuntutan social distancing mengharuskan seluruh warga sekolah untuk mengalah atau bahkan berpasrah pada satu konsekuensi resmi: dirumahkan.
Mau ia murid langganan ranking satu, guru pengampu mata pelajaran terfavorit, hingga kepala sekolah, semuanya harus merangkapkan kegiatan rumah dan sekolah secara bersamaan melalui work from home.
Konsekuensi lanjutan yang cukup besar adalah kebutaan guru dan siswa dalam menjalankan pembelajaran secara jarak jauh.
Pengalaman? Tidak ada. Pengetahuan? Seadanya. Keberhasilan? Jangan ditanya.
Penulis pribadi mengangkat topik skripsi terkait upaya mandiri siswa untuk keep–up mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran intrakurikuler yang ditetapkan oleh sekolah dan dinas daerah.
Soal impresi, penulis mengakui bahwa sensasi seru cukup terasa. Utamanya, keseruan terasa selama proses pengumpulan data primer dengan mewawancara lima anak sekolah menengah atas (SMA).
Telinga penulis tersentuh oleh suara-suara kejujuran yang diceritakan oleh mulut kelima informan.
Kesepuluh jemari penulis sangat antusias menguraikan kata demi kata yang informan sampaikan dalam wawancara semi-terstruktur yang telah terekam sesuai kesepakatan bersama.
Namun, mata hati penulis tertampar pada saat yang bersamaan. Tertampar untuk bangun dari apatisme problem pendidikan yang merambah sangat luas dan mendalam ke ragam sektor.
Permasalahan guru yang gagap teknologi, murid yang frustrasi, hingga parenting orangtua murid dan wali kelas yang represif, ternyata hanyalah setabur noktah yang mencontohkan gambaran masalah pendidikan di Indonesia.
Apa-apa yang selama ini kita persepsikan sebagai malas bekerja keras ternyata tidak sepenuhnya timbul atas dasar egoisme diri pelaku.
Siswa SMA yang rutin membolos jadwal kelas daring harian ternyata memiliki rintisan bisnis pribadi dan intens memenangkan kompetisi karya ilmiah.
Guru dari beberapa mata pelajaran non-primer (tidak diujikan di Ujian Nasional atau seleksi kampus) justru menjadi pengajar-pengajar teladan yang kreatif dan inovatif terhadap kondisi pandemi.
Merefleksikan Sosiologi Pendidikan
Ketika memakai kacamata pejuang skripsi, sosiologi pendidikan merupakan cabang kehidupan dan disiplin keilmuan yang tidak diragukan lagi jumlah problematikanya.
Sosiologi pendidikan, dalam pandangan penulis, sangatlah prospektif untuk dijadikan sebagai isu utama yang menumbuhkan ide-ide skripsi kreatif.
Problematika sosiologi pendidikan barangkali hanya akan habis ketika dunia sudah benar-benar berhenti berputar, sehingga tiada alasan bagi mahasiswa untuk tetap membatukan kepalanya dengan keyakinan “Aku tidak punya ide skripsi.”
Hanya saja, prospek problem ilmiah yang tiada habisnya juga menandakan betapa bobroknya dunia pendidikan khususnya di Indonesia.
Jangankan berbicara skala nasional. Lingkup internal berupa satu SMA yang penulis teliti dalam skripsi saja (maaf) rusaknya bukan main.
Kesalahan di sana dan sini sangatlah mudah ditemui, namun sulit untuk diurai keruwetan benang masalahnya.
Masalah yang mudah ditemui tidaklah memiliki arti bahwa ia mudah diselesaikan.
Itulah ironi sosiologi pendidikan, khususnya pada konteks penyelenggaraan belajar mengajar secara formal, yakni banyak masalah yang panjang umur dan mengakar kuat di lapangan.
Refleksi penulis ini kiranya bisa sedikit membolongi celah-celah cahaya untuk rekan pejuang skripsi lain di luar sana yang tengah kebingungan mencari sebongkah harta karun bernama ide penelitian.
Telitilah dunia sekolah dari segi siswa, atau kurikulum, atau guru, atau penyediaan fasilitas fisik, atau karyawan, atau ekstrakurikuler, atau organisasi, atau unsur apapun yang kita pikirkan dan memang relevan dengan isu pendidikan.
Pada ide skripsi yang masih menjadi imaji, terdapat seberkas realita yang menanti di depan mata. Menanti untuk dikuak dan dibongkar.
Dari yang mulanya sebuah misteri tak pasti, menjadi deskripsi ironi bertaburkan gagasan-gagasan ilmiah yang tentu harus bisa dipertanggungjawabkan secara teoritis dan praktis.
Yuk, bagikan artikel edukatif ini ke teman dan kerabatmu!
Baca juga:
- 3 Situs Produktif Buatan Lokal, Dijamin Gratis dan Praktis!
- 3 Cara Mudah Mewarnai Kolom Tabel di Word Terbaru
- Cara Merapikan Tulisan Setelah Titik Dua di Word, Pasti Berhasil