Hari-hari ini kita semua berada di bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nabi dan Rasul yang mengemban amanah li utammima makaarimal akhlaq, sosok yang menjadi utusan Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Pun begitu, bahkan sebelum gelar nabi dan rasul disematkan pada diri beliau, nilai-nilai luhur sudah melekat dan tampak pada kepribadiannya. Hal itu dapat dibuktikan dari pengakuan masyarakat jahiliyah kala itu yang memberikan gelar Al-Amin untuk Nabi Muhammad yang berarti manusia yang dapat dipercaya.
Jika mencoba merenungi tentang sifat kejujuran, gelar Al-Amin yang diperuntukkan untuk Nabi Muhammad ini benar-benar merupakan contoh terbaik tentang akhlak. Ini pun sejalan dengan penjelasan Nabi Muhammad dalam hadits beliau yang menerangkan bahwa kejujuran itu akan membawa seseorang kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa seseorang kepada surga. Pada kata “kebaikan” dalam hadits tersebut, bisa saja kita perluas lagi maknanya, sehingga yang dimaksud dengan kebaikan bukan hanya nasib baik yang datang kepada kita, akan tetapi juga tentang kejujuran yang akan membimbing kita sehingga bisa berbuat kebaikan.
Nabi Muhammad SAW sebagai penyempurna akhlak manusia adalah sosok teladan pendidik yang terbaik. Beliau sangat memperhatiakan ummatnya, beliau ikut merasakan berat penderitaan yang dialami oleh umatnya, beliau begitu gigih mengajak untuk beriman kepada Allah -karena iman inilah yang menjadi kunci keselamatan- belaiu berperilaku sangat santun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. Namun, saat ada orang-orang yang berpaling dari ajarannya, kesabaran beliau sangatlah kuat, salah satu kisah tentang kesabaran beliau adalah saat mendapatkan perlakuan yang menyakitkan dari penduduk Thaif, dalam keadaan terluka beliau dengan tabah mengucap “Asalkan Engkau (Allah) tiada murka padaku, aku tidak peduli…”
Pada momen Maulid Nabi yang dipenuhi dengan ungkapan kerinduan umat Islam, tahun ini warga Indonesia dibuat menghela napas panjang dan mengelus dada saat membaca berita terbaru tentang pembulian yang terjadi di antara para peserta didik di sekolah. Saat melihat dan membaca berita ini, tiba-tiba terbesit dalam pikiran penulis, bagaimana ya cara Nabi Muhammad mendidik ummatnya saat itu? Rasa penasaran ini kemudian membawa penulis untuk mencari referensi terkait pendidikan versi nabi Muhammad SAW. Pencarian ini Alhamdulillah membawa penulis untuk mengenal sebuah kitab yang ditulis oleh Dr. Kholid bin Abdullah bin Musallam Al-Qurasy dengan judul Tarbiyatu an-Nabiy Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam li Ashabihi yang berarti “Pendidikan Nabi Muhammad SAW untuk Para Sahabatnya”
Tulisan kali ini akan mengutip pembahasan pertama dalam kitab yang telah disebutkan tadi, dengan harapan semoga kutipan awal ini bisa menjadi pemicu tulisan-tulisan tentang pendidikan ala Nabi Muhammad SAW di kemudian hari.
وهدف التربية في الإسلام هو ((تكوين المؤمن المتكامل الشخصية، ذي النظرة الإيجابية للحياة، الذي قويت همّته، واشتدّت عزيمته؛ فلا يلحقه غرور، ولا يحطمه فشل؛ إن وجد يسرا شكر الله تعالى وواصل طريقه، وإن وجد عسرا استعان بالله تعالى، وصبر على المكاره، واستمرت محاولته في تخطي الصعاب والعراقيل التي تعترضه حتى يوفق الله تعالى إلى بلوغ آماله))
Tujuan pendidikan di dalam Islam adalah membentuk pribadi mukmin yang sempurna, yang memiliki pandangan positif terhadap kehidupan, yang kuat semangatnya, yang berkemauan keras, sehingga ia tidak tertangkap tipu daya, dan tidak pula dipatahkan oleh kegagalan. Jika ia menemukan kemudahan, ia akan bersyukur kepada Allah SWT dan terus berjalan di jalan-Nya, jika ia menemukan kesulitan, ia akan meminta pertolongan kepada Allah SWT dan bersabar atas hal-hal yang tidak ia sukai, ia tetap melanjutkan usahanya untuk melangkah dan melewati setiap kesulitan yang menghalanginya sampai Allah mengizinkannya untuk sampai pada cita-cita atau keinginannya.